Minggu, 06 Desember 2015

PENERAPAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN IKAN




Oleh :
Jonson Lumban Gaol & I Wayan Nurjaya
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Penerapan teknologi penginderaan jauh (inderaja) satelit untuk penentuan zona potensial penangkapan ikan di negara-negara maju telah berhasil meningkatkan efisiensi usaha penangkapan ikan. scmcntara itu penerapannya di Indonesia masih relatif barn. Kegiatan program Penerapan Ipteks ini ditujukan pada pengaplikasian tcknologi indcraja saiclit dan citra satelit termal dan altimeter untuk pcnentuan zona potensial penangkapan ikan tuna di Samudra Hindia hagian timur (SHBT). Data yang digunakan adalah citra satelit NOAAJ AVHRR dan TOPEX Poseidon. Validasi daerah pcnangkapan tuna dilakukan dengan hasil tangkapan PT Perikanan Samudra Besar (PSB) di Benoa. Bali. Hash penelitian menunjukkan bahwa zona potensial untuk penangkapan jcnis Tuna Mata Bcsar (TMB) yang diirnerpretasi dan citra altimeter berada pada front pertemuan anomali tinggi paras laut (TPL) negatif (rendah) dan positif (tinggi). Dengan demikian citra satelit altimeter dapat diterapkan untuk penentuan zona potensial penangkapan TMB.
Kata kunci: teknologi inderaja, citra satelit, zona polensial, penangkapan ikan
PENDAHULUAN
Jumlah tangkapan ikan tuna nelayan Indonesia yang melakukan penangkapan di perairan Samudera Hindia bagian timur (SHBT) seperti PT Perikanan Samodra Besar (PT PSB), sejak tahun 1973 hingga sekarang cenderung menurun (Batubara, 2003). Jumlah tangkapan perseratus mata pancing (hook rate) rata-rata dan tahun 1997 hingga 1999 menurun dengan nilai berturut-turut sebesar 0,84. 0,78 dan 0,57 (Gaol, dkk., 2001).
Ironisnya, kapal-kapal asing penangkap ikan tuna semakin mcningkat jumlahnya di Sarnudra Hindia. Sebagai contoh jumlah kapal tuna nelayan Cina yang menangkap tuna di Samudra Hindia pada tahun 1995 hanya 12 buah, tetapi pada tahun 1999 meningkat menjadi 148 buah. Demikian juga total hasil tangkapannya pada tahun 1995 sebesar 403 ton menjadi 2.816,5 ton pada tahun 1999 (WPDCS, 1999).
Daerah penangkapan tuna PT PSB berada di luar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, di mana persaingan dengan kapal-kapal asing cukup ketat. Kapal-kapal asing umumnya telah dipcrlcngkapi dengan pcralatan-peralatan modern untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan seperti penggunaan sistem informasi penentuan zona potensial daerah penangkapan ikan. Sementara itu nclayan kita masih mengandalkan sarana yang boleh dikatakan sangat minim. Penerapan ipteks diduga menjadi salah sam faktor keberhasilan usaha penangkapan tuna di SHBT.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kcberhasilan usaha pcnangkapan ikan di laut adalab kemampuan mencari daerah penangkapan ikan (fishing ground). Pengalaman para nelayan menunjukkan bahwa 60 hingga 70% bahan bakar kapal habis digunakan untuk mencari fishing ground. Cara yang digunakan para nelayan untuk mencari fishing ground adalah dengan mengamati parameter- parameter lingkungan laut seperti suhu. salinitas, warna laut dengan menggunakan panca indera, karena kcberadaan ikan dalam suatu perairan sangat bergantung kepada kondisi lingkungannya (Laevastu dan Hela, 1970). Namun yang menjadi masalah adalah kemampuan panca indera manusia sangat terbatas. Keterbatasan ini merupakan salah satu faktor kendala dalam menentukan fishing ground yang baik dalam operasi pcnangkapan ikan di laut.
Keterbatasan panca indera manusia untuk memantau kondisi lingkungan laut sudah dapat diatasi dengan perkembanga n teknologi satelit sumber daya alam. Sensor yang dipasang pada satelit mempunyai kemampuan yang Jebih besar dan panca indera manusia. Dalam penerapannya, negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang telah berhasil memanfaatkan teknologi indera jauh satelit untuk meningkatkan efisiensi usaha penangkapan ikan (Laur dkk., 1984; Tameishi dan Sugimoto, 1997).
Tujuan yang akan dicapai dalam program kegiatan ini adalah mengkaji zona potensial penangkapan tuna melalui interpretasi citra satelit, sehingga dapat meningkatkan efisiensi operasi penangkapan ikan di laut.
METODE
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit NOAA/AVHRR yang dapat memberikan informasi mengenai suhu permukaan laut dan citra satelit altimeter (TOPEX/Posaidon) untuk memberikan informasi mengenai tinggi paras laut. Citra satelit NOAAIAVHRR dapat diperoleh dan JPLNASA dan citra anomali tinggi paras laut diperoich dan Center for Astrodynamics Research Colorado University.
Lokasi penelitian adalah di daerah penangkapan PT PSB, yakni di selcitar 12°-16° LS dan 108°-120° BT. Target utama penangkapan PT PSB adalah ikan jenis TMBI, di mana keberadaan ikan ini berhubungan dengan suhu perairan dan wilayah front. Baik untuk citra SPL dan anomali tinggi paras laut, dilakukan tahapan interpretasi citra satelit untuk menentukan wilayah front yang diduga menjadi zona potensial daerah penangkapan Tuna Mata Besar.
Untuk mengetahui kesesuaian hasil interpretasi zona potensial daerah penangkapan ikan dengan hasil tangkapan TMB, dilakukan proses overlay antara citra satelit dengan lokasi hasil tangkapan TMB.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu yang diindera sensor satelit hanya merupakan informasi suhu dan permukaan laut. Adanya fluktuasi suhu pcrmukaan laut (SPL) selama tahun 2003 di daerah penangkapan ikan PT PSB terlihat dengan jelas (Gambar 1). Pada musim barat (Desember-Maret) SPL relatif lebih tinggi dibandingkan pada musim timur (Juli-September) dengan perbedaan SPL dapat mencapai 4°C.
gambar 1
Rendahnya SPL pada musim timur disebabkan beberapa faktor. yakni akibat suhu udara pada saat musim tirnur lebih dingin danpada inusim barat. Di samping itu, proses upweeling yang terjadi pada musim timur juga mempunyal pengaruh terhadap penurunan SPL di SHBT.
Target utama penangkapan PT PSB adalah jenis TMB yang optimum tertangkap (fishing layer) pada kedalaman sekitar 250 m. sesuai dengan kedalaman suhu optimum di mana TMB tertangkap, yakni sekitar 10°-15°C (Hanamoto. 1986).
Berdasarkan hasit penelitian sebetumnya. pola distribusi SPL di SHBT berbeda dengan pota suhu di lapisan termoktin yang merupakan fishing layer TMB seperti tertera pada Gambar 2 (Gaol. 2003). Oteh karena itu penggunaan citra satelit SPL untuk mengkaji zona potensial penangkapan TMB tidak bisa digunakan secara langsung.
gambar 2-3
Hash penetitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa citra tinggi paras Laut Iebih baik digunakan untuk mengkaji daerah potensial penangkapan TMB dibandingkan dan citra suhu permukaan laut. karena perubahan kedataman tapisan terrnoklin dapat diperkirakan dan citra tinggi paras laut seperti tertera pada Gambar 3. Terbentuknya daerah front yang merupakan zona potensial untuk penangkapan jenis ikan tuna juga sangat jelas tenlihat dan citra tinggi paras laut. Penentuan daerah potensial penangkapan tuna dan citra tinggi paras laut diilusrasikan pada Gambar 4.
gambar 4
Berdasarkan pola distribusi SPL dan tinggi paras laut dan citra satelit. diperkirakan zona potensial daerah penangkapan TMB di sekitar front seperti tertera pada Gambar 5. Dan distribusi suhu permukaan laut dan tinggi paras laut terlihat adanya lokasi-lokasi front. Daerah front pada citra tinggi paras laut perternuan TPL negatif dan positif diduga potensiat sebagai daerah penangkapan TMB. Beberapa tokasi front adalah di sekitar 12° LS dengan garis isoterm yang membujur. dengan tinggi paras laut yang lebih rendah. Suhu di wilayah tinggi paras laut negatif sekitar 255 °C sedangkan pada lokasi dengan paras law positif sebesar 26°C. Wilayah front lainnya berada path tintang 13° LS sekitar 106°-107° BT dan sepanjang daerah 14° LS.
Hasil tangkapan TMB yang terbaik dan kapal penangkap ikan yang beroperasi pada minggu keempat Agustus 2003 adalah di wilayah front sepenti tentera pada Gambar 5, tepatnya di daerah front 130° LS: 107° BT dan 14° LS: 115° BT.
gambar 5
Gambar 5. (a) Distribusi tinggi paras laut dan lokasi tangkapan TMB terbaik. (b) Suhu permukaan laut rerata mingguan (minggu ke 4, Agustus 2003).
Daerah front yang berada pada posisi 13° LS: 107° BT tidak terlihat dan pola sebaran suhu permukaan laut (Gambar 5b). Adanya perbedaan pola distribusi suhu permukaan laut dengan tinggi paras laut dapat disebabkan pengaruh angin. Angin akan mengaduk lapisan permukaan sehingga perbedaan suhu di daerah front relatif kecil seperti pada Gambar 5(b) hanya sekitar 0,5°C.
Gambar 5 mcnunjukkan hasil tangkapan TMB paling banyak pada lokasi yang mempunyal anomali TPL yang Iebih rendah (negative) dan antara batas TPL posifif dan negatif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Samudra Pasifik (Zainuddin dkk., 2002). Pada penemuan dua massa air antara tinggi paras laut positif dan negative. terbentuk daerah front. Front merupakan daerah potensial untuk penangkapan ikan kanena merupakan daerah yang subur. disamping itu front dapat juga menjadi penghalang bagi ikan untuk berpindah lokasi (Sund dkk.. 1981).
Faktor lain yang rnenyebahkan peluang TMB tertangkap di daerah yang mempunyal anomali TPL negatif adalah terjadinya pendangkatan lapisan termoklin di wilayah yang mernpunyai anomal TPL negatif. Pendangkalan lapisan termoktin menyebabkan fishing layer TMB menjadi lebih dangkal, akibatnya jumlah mata pancing yang dapat menjangkau fishing laier menjadi lebih banyak sehingga peluang TMB tentangkap menjadi lebih besar. Semakin dangkat fishing lciier. hasil tangkapan TMB semakin tinggi (Hanainoto, 1986). Semakin rendah paras laut. kedalaman lapisan termoklin semakin dangkal di perairan SHBT (Bray dkk., 1996; Susanto dkk., 1999).
KESIMPULAN DAN SARAN
Distribusi suhu permukaan laut dan tinggi paras laut yang dipcroleh dan citra satelit thermal dan altimeter menunjukkan adanya variasi faktor oseanografi balk secara spasial maupun secara temporal. Variasi ini berpengaruh terhadap kcbcradaan Tuna Mata Besar. Terbentuknya daerah-daerah front yang merupakan zona potensial penangkapan TMB sangat jelas terlihat baik dan citra satelit, khususnya dan citra satelit anomali TPL.
Hash overlay antara hasil tangkapan TMB dengan citra anomali TPL mcnunjukkan bahwa daerah front antara anomali TPL negatifdan positif merupakan dacrah penangkapan yang baik, sehingga citra anomali tinggi paras laut dan sensor altimeter dapat digunakan sebagai salah satu pedoman untuk menentukan zona potensial penangkapan TMB.
Karena fishing layer TMB berada di lapisan tcrmoklin di mana citra tinggi paras laut dan sensor altimeter lebih jclas menggambarkan hubungan tinggi paras laut dengan kcdalaman termoklin, maka disarankan untuk pengkajian zona potensial daerah penangkapan TMB dilakukan dengan menganalisis citra tinggi paras laut.
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, 2003. "Kajian potensi ikan tuna berdasarkan realisasi hasil tangkapan kapal long line PT Penikanan Samodra Besar". Makalah (tidak dipublikasikan).
Bray N.A., S. Hautala, J. Chong, and J. Panwono. 1996. "Large scale sea level, termodine, and wind variation in the Indonesian throughflow region", J. Geophys. Rex. 101, 12.239-12.254.
Gaol, JL., K. Mahapatra. Y. Okada, 2002. "Tuna catch and satellite derived ocean parameters in South Java sea during El Nini 1997/98", 1 Fish Sd. Supplement Vol I: 565-567.
Gaol, J.L. 2003. Kajian Karakter Oseanografi Samudra Hindia Bagian Timur dari Satelit Multi Sensor dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Hanarnoto, E. 1986. Effect of Oceanographic Environment on Big Eye Tuna Distribution. Doctor Thesis. Tokyo University.
Laevastu T., and 1. Hela. 1970. Fisheries Oceanography. Oxford: Fishing News Books.
Laur R..M., C.F. Paul., and R.M. Donald. 1984. "Albacore tuna catch distributions relative to environment features observed from satelite", Deep Sea Res., 31(9): 1085-99.
Sund P.N., M. Blackburn. and F. Williams.1981. "Tunas and their environment in the Pacific Ocean: a review", Oceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev, 19,433-512.
Susanto, R.D., A.L. Gordon, and Q. Zheng. 2001. "Upwelling along the coast of java and Sumatra and its relation to ENSO", Geoph. Res.Lett.,28, 1599-1602.
Tameishi H., and Sugimoto. 1992. "Warm streams extended from warm core rings (WCRs) and their roles in fish migration and fishing ground formation", in Proceeding of third ORI-LIPI Seminar, Tokyo.
WPDCS.1999. Chinese Tuna Fisheries in the indian Ocean between 1995 and 1999. A Report.
Zainuddin, M., K. Saitoh and S. Saitoh. 2002. "An application of multi sensor satelite data to study on albacore tuna (Thunnux alalunga) fishing ground formation in the North-eastern North Pacific", in Proceeding of Remote Sensing and Ocean Science for Marine Resources Exploration and Environment Conference. PORSEC. 3-6 September, Bali, Indonesia..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar