Oleh :
Jonson Lumban
Gaol & I Wayan Nurjaya
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor
Penerapan teknologi penginderaan jauh
(inderaja) satelit untuk penentuan zona potensial penangkapan ikan di
negara-negara maju telah berhasil meningkatkan efisiensi usaha penangkapan
ikan. scmcntara itu penerapannya di Indonesia masih relatif barn. Kegiatan
program Penerapan Ipteks ini ditujukan pada pengaplikasian tcknologi
indcraja saiclit dan citra satelit termal dan altimeter untuk pcnentuan
zona potensial penangkapan ikan tuna di Samudra Hindia hagian timur (SHBT).
Data yang digunakan adalah citra satelit NOAAJ AVHRR dan TOPEX Poseidon.
Validasi daerah pcnangkapan tuna dilakukan dengan hasil tangkapan PT
Perikanan Samudra Besar (PSB) di Benoa. Bali. Hash penelitian menunjukkan
bahwa zona potensial untuk penangkapan jcnis Tuna Mata Bcsar (TMB) yang
diirnerpretasi dan citra altimeter berada pada front pertemuan anomali
tinggi paras laut (TPL) negatif (rendah) dan positif (tinggi). Dengan
demikian citra satelit altimeter dapat diterapkan untuk penentuan zona
potensial penangkapan TMB.
Kata kunci: teknologi inderaja, citra satelit,
zona polensial, penangkapan ikan
PENDAHULUAN
Jumlah tangkapan ikan tuna nelayan Indonesia
yang melakukan penangkapan di perairan Samudera Hindia bagian timur (SHBT)
seperti PT Perikanan Samodra Besar (PT PSB), sejak tahun 1973 hingga
sekarang cenderung menurun (Batubara, 2003). Jumlah tangkapan perseratus
mata pancing (hook rate) rata-rata dan tahun 1997 hingga 1999 menurun
dengan nilai berturut-turut sebesar 0,84. 0,78 dan 0,57 (Gaol, dkk., 2001).
Ironisnya, kapal-kapal asing penangkap ikan
tuna semakin mcningkat jumlahnya di Sarnudra Hindia. Sebagai contoh jumlah
kapal tuna nelayan Cina yang menangkap tuna di Samudra Hindia pada tahun
1995 hanya 12 buah, tetapi pada tahun 1999 meningkat menjadi 148 buah.
Demikian juga total hasil tangkapannya pada tahun 1995 sebesar 403 ton
menjadi 2.816,5 ton pada tahun 1999 (WPDCS, 1999).
Daerah penangkapan tuna PT PSB berada di luar
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, di mana persaingan dengan kapal-kapal
asing cukup ketat. Kapal-kapal asing umumnya telah dipcrlcngkapi dengan pcralatan-peralatan
modern untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan seperti penggunaan sistem
informasi penentuan zona potensial daerah penangkapan ikan. Sementara itu nclayan kita masih
mengandalkan sarana yang boleh dikatakan sangat minim. Penerapan ipteks diduga
menjadi salah sam faktor keberhasilan usaha penangkapan tuna di SHBT.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kcberhasilan usaha pcnangkapan ikan di laut adalab kemampuan mencari daerah
penangkapan ikan (fishing ground). Pengalaman para nelayan menunjukkan
bahwa 60 hingga 70% bahan bakar kapal habis digunakan untuk mencari fishing
ground. Cara yang digunakan para nelayan untuk mencari fishing
ground adalah dengan mengamati parameter- parameter lingkungan
laut seperti suhu. salinitas, warna laut dengan menggunakan panca indera,
karena kcberadaan ikan dalam suatu perairan sangat bergantung kepada
kondisi lingkungannya (Laevastu dan Hela, 1970). Namun yang menjadi masalah
adalah kemampuan panca indera manusia sangat terbatas. Keterbatasan ini
merupakan salah satu faktor kendala dalam menentukan fishing ground yang
baik dalam operasi pcnangkapan ikan di laut.
Keterbatasan panca indera manusia untuk
memantau kondisi lingkungan laut sudah dapat diatasi dengan perkembanga n
teknologi satelit sumber daya alam. Sensor yang dipasang pada satelit
mempunyai kemampuan yang Jebih besar dan panca indera manusia. Dalam
penerapannya, negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang telah
berhasil memanfaatkan teknologi indera jauh satelit untuk meningkatkan efisiensi
usaha penangkapan ikan (Laur dkk., 1984; Tameishi dan Sugimoto, 1997).
Tujuan yang akan dicapai dalam program
kegiatan ini adalah mengkaji zona potensial penangkapan tuna melalui
interpretasi citra satelit, sehingga dapat meningkatkan efisiensi operasi
penangkapan ikan di laut.
METODE
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian
ini adalah citra satelit NOAA/AVHRR yang dapat memberikan informasi
mengenai suhu permukaan laut dan citra satelit altimeter (TOPEX/Posaidon)
untuk memberikan informasi mengenai tinggi paras laut. Citra satelit
NOAAIAVHRR dapat diperoleh dan JPLNASA dan citra anomali tinggi paras laut
diperoich dan Center for Astrodynamics Research Colorado University.
Lokasi penelitian adalah di daerah penangkapan
PT PSB, yakni di selcitar 12°-16° LS dan 108°-120° BT. Target utama
penangkapan PT PSB adalah ikan jenis TMBI, di mana keberadaan ikan ini
berhubungan dengan suhu perairan dan wilayah front. Baik untuk citra SPL
dan anomali tinggi paras laut, dilakukan tahapan interpretasi citra satelit
untuk menentukan wilayah front yang diduga menjadi zona potensial daerah
penangkapan Tuna Mata Besar.
Untuk mengetahui kesesuaian hasil interpretasi
zona potensial daerah penangkapan ikan dengan hasil tangkapan TMB,
dilakukan proses overlay antara citra satelit dengan lokasi hasil tangkapan
TMB.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu yang diindera sensor satelit hanya
merupakan informasi suhu dan permukaan laut. Adanya fluktuasi suhu
pcrmukaan laut (SPL) selama tahun 2003 di daerah penangkapan ikan PT PSB
terlihat dengan jelas (Gambar 1). Pada musim barat (Desember-Maret) SPL
relatif lebih tinggi dibandingkan pada musim timur (Juli-September) dengan
perbedaan SPL dapat mencapai 4°C.
Rendahnya SPL pada
musim timur disebabkan beberapa faktor. yakni akibat suhu udara pada saat
musim tirnur lebih dingin danpada inusim barat. Di samping itu, proses
upweeling yang terjadi pada musim timur juga mempunyal pengaruh terhadap
penurunan SPL di SHBT.
Target utama
penangkapan PT PSB adalah jenis TMB yang optimum tertangkap (fishing layer)
pada kedalaman sekitar 250 m. sesuai dengan kedalaman suhu optimum di mana
TMB tertangkap, yakni sekitar 10°-15°C (Hanamoto. 1986).
Berdasarkan hasit
penelitian sebetumnya. pola distribusi SPL di SHBT berbeda dengan pota suhu
di lapisan termoktin yang merupakan fishing layer TMB seperti tertera pada
Gambar 2 (Gaol. 2003). Oteh karena itu penggunaan citra satelit SPL untuk
mengkaji zona potensial penangkapan TMB tidak bisa digunakan secara
langsung.
Hash penetitian
sebelumnya juga menunjukkan bahwa citra tinggi paras Laut Iebih baik
digunakan untuk mengkaji daerah potensial penangkapan TMB dibandingkan dan
citra suhu permukaan laut. karena perubahan kedataman tapisan terrnoklin
dapat diperkirakan dan citra tinggi paras laut seperti tertera pada Gambar
3. Terbentuknya daerah front yang merupakan zona potensial untuk
penangkapan jenis ikan tuna juga sangat jelas tenlihat dan citra tinggi
paras laut. Penentuan daerah potensial penangkapan tuna dan citra tinggi
paras laut diilusrasikan pada Gambar 4.
Berdasarkan pola
distribusi SPL dan tinggi paras laut dan citra satelit. diperkirakan zona
potensial daerah penangkapan TMB di sekitar front seperti tertera pada
Gambar 5. Dan distribusi suhu permukaan laut dan tinggi paras laut terlihat
adanya lokasi-lokasi front. Daerah front pada citra tinggi paras laut
perternuan TPL negatif dan positif diduga potensiat sebagai daerah
penangkapan TMB. Beberapa tokasi front adalah di sekitar 12° LS dengan
garis isoterm yang membujur. dengan tinggi paras laut yang lebih rendah.
Suhu di wilayah tinggi paras laut negatif sekitar 255 °C sedangkan pada
lokasi dengan paras law positif sebesar 26°C. Wilayah front lainnya berada
path tintang 13° LS sekitar 106°-107° BT dan sepanjang daerah 14° LS.
Hasil tangkapan TMB
yang terbaik dan kapal penangkap ikan yang beroperasi pada minggu keempat
Agustus 2003 adalah di wilayah front sepenti tentera pada Gambar 5,
tepatnya di daerah front 130° LS: 107° BT dan 14° LS: 115° BT.
Gambar 5. (a) Distribusi tinggi paras laut dan
lokasi tangkapan TMB terbaik. (b) Suhu permukaan laut rerata mingguan
(minggu ke 4, Agustus 2003).
Daerah front yang
berada pada posisi 13° LS: 107° BT tidak terlihat dan pola sebaran suhu
permukaan laut (Gambar 5b). Adanya perbedaan pola distribusi suhu permukaan
laut dengan tinggi paras laut dapat disebabkan pengaruh angin. Angin akan
mengaduk lapisan permukaan sehingga perbedaan suhu di daerah front relatif
kecil seperti pada Gambar 5(b) hanya sekitar 0,5°C.
Gambar 5 mcnunjukkan
hasil tangkapan TMB paling banyak pada lokasi yang mempunyal anomali TPL
yang Iebih rendah (negative) dan antara batas TPL posifif dan negatif. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian di Samudra Pasifik (Zainuddin dkk.,
2002). Pada penemuan dua massa
air antara tinggi paras laut positif dan negative. terbentuk daerah front.
Front merupakan daerah potensial untuk penangkapan ikan kanena merupakan
daerah yang subur. disamping itu front dapat juga menjadi penghalang bagi
ikan untuk berpindah lokasi (Sund dkk.. 1981).
Faktor lain yang
rnenyebahkan peluang TMB tertangkap di daerah yang mempunyal anomali TPL
negatif adalah terjadinya pendangkatan lapisan termoklin di wilayah yang
mernpunyai anomal TPL negatif. Pendangkalan lapisan termoktin menyebabkan
fishing layer TMB menjadi lebih dangkal, akibatnya jumlah mata pancing yang
dapat menjangkau fishing laier menjadi lebih banyak sehingga peluang TMB
tentangkap menjadi lebih besar. Semakin dangkat fishing lciier. hasil
tangkapan TMB semakin tinggi (Hanainoto, 1986). Semakin rendah paras laut.
kedalaman lapisan termoklin semakin dangkal di perairan SHBT (Bray dkk.,
1996; Susanto dkk., 1999).
KESIMPULAN DAN
SARAN
Distribusi suhu
permukaan laut dan tinggi paras laut yang dipcroleh dan citra satelit
thermal dan altimeter menunjukkan adanya variasi faktor oseanografi balk
secara spasial maupun secara temporal. Variasi ini berpengaruh terhadap
kcbcradaan Tuna Mata Besar. Terbentuknya daerah-daerah front yang merupakan
zona potensial penangkapan TMB sangat jelas terlihat baik dan citra
satelit, khususnya dan citra satelit anomali TPL.
Hash overlay antara
hasil tangkapan TMB dengan citra anomali TPL mcnunjukkan bahwa daerah front
antara anomali TPL negatifdan positif merupakan dacrah penangkapan yang
baik, sehingga citra anomali tinggi paras laut dan sensor altimeter dapat
digunakan sebagai salah satu pedoman untuk menentukan zona potensial
penangkapan TMB.
Karena fishing layer
TMB berada di lapisan tcrmoklin di mana citra tinggi paras laut dan sensor
altimeter lebih jclas menggambarkan hubungan tinggi paras laut dengan
kcdalaman termoklin, maka disarankan untuk pengkajian zona potensial daerah
penangkapan TMB dilakukan dengan menganalisis citra tinggi paras laut.
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, 2003. "Kajian
potensi ikan tuna berdasarkan realisasi hasil tangkapan kapal long line PT
Penikanan Samodra Besar". Makalah (tidak dipublikasikan).
Bray N.A., S.
Hautala, J. Chong, and J. Panwono. 1996. "Large scale sea
level, termodine, and wind variation in the Indonesian throughflow
region", J. Geophys. Rex. 101, 12.239-12.254.
Gaol, JL., K. Mahapatra. Y.
Okada, 2002. "Tuna catch and satellite derived ocean parameters in South Java sea during El Nini 1997/98", 1 Fish
Sd. Supplement Vol I: 565-567.
Gaol, J.L. 2003. Kajian
Karakter Oseanografi Samudra Hindia Bagian Timur dari Satelit Multi Sensor
dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus).
Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Hanarnoto, E. 1986. Effect
of Oceanographic Environment on Big Eye Tuna Distribution. Doctor Thesis. Tokyo University.
Laevastu T., and 1. Hela.
1970. Fisheries Oceanography. Oxford:
Fishing News Books.
Laur R..M., C.F. Paul., and
R.M. Donald. 1984. "Albacore tuna catch distributions relative to
environment features observed from satelite", Deep Sea Res., 31(9):
1085-99.
Sund P.N., M. Blackburn. and
F. Williams.1981. "Tunas and their environment in the Pacific Ocean: a review", Oceanogr. Mar. Biol.
Ann. Rev, 19,433-512.
Susanto, R.D., A.L. Gordon,
and Q. Zheng. 2001. "Upwelling along the coast of java and Sumatra and its relation to ENSO", Geoph.
Res.Lett.,28, 1599-1602.
Tameishi H., and Sugimoto.
1992. "Warm streams extended from warm core rings (WCRs) and their
roles in fish migration and fishing ground formation", in Proceeding
of third ORI-LIPI Seminar, Tokyo.
WPDCS.1999. Chinese Tuna
Fisheries in the indian Ocean between 1995 and 1999. A Report.
Zainuddin, M., K. Saitoh and
S. Saitoh. 2002. "An application of multi sensor satelite data to
study on albacore tuna (Thunnux alalunga) fishing ground formation in the
North-eastern North Pacific", in Proceeding of Remote Sensing and
Ocean Science for Marine Resources Exploration and Environment Conference.
PORSEC. 3-6 September, Bali,
Indonesia..
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar